source: fcc-middletown |
Warning: This blog post is personal. It represents writer's personal opinion.
Sepertinya saya harus memulai postingan ini dengan bersyukur,
“Alhamdulillah”, Terima kasih Tuhan. Bersyukur karena saya melewati masa
kanak-kanak yang menyenangkan. Saya bisa makan enak setiap hari. sekolah dengan
tenang, dan jadi juara kelas. Saya punya tas sekolah yang bagus,
peralatan sekolah yang lengkap, bahkan masih bisa berlangganan majalah Bobo.
Saya bisa tertawa setiap hari tanpa harus memikirkan sepatu yang robek, buku
tulis yang habis atau pakaian seragam yang kotor. Terima kasih Tuhan.
Itu dia mengapa setiap kali bertemu anak kecil yang
berkeliaran di jalanan; entah mengamen, mengemis, atau berjualan koran, ingatan
akan masa kecil saya yang menyenangkan seakan terulang kembali. Mereka,
anak-anak harapan bangsa Indonesia itu, semestinya bersekolah dan belajar
dengan rajin, bermain bola bersama teman-teman dan tidur di malam hari setelah
mengerjakan PR. Kenyataannya, tidak semua bisa menikmati masa-masa kanak-kanak
yang menyenangkan. Tidak semua bisa belajar dengan rasa tenang tanpa harus
memikirkan besok pagi bisa makan atau tidak.
Kamu bisa apa?
I’m not super human, I know. Tadinya nggak banyak yang bisa
saya lakukan, selain merenungi keadaan, dan bingung harus mulai dari mana. Di
tahun 2012, saya pernah terlibat mengajar anak-anak jalanan lewat Lombok Kids
Project, juga pendirian taman bacaan di kampung kelahiran bapak saya, di Dusun
Nusa, Desa Ganti. Lombok Kids Project vacum pasca ditinggal para pengajar
(termasuk saya, saat itu), taman bacaan di Nusa Ganti masih sering dikunjungi
anak-anak saban Minggu, meski koleksi bukunya tidak banyak bertambah.
ShareForCare, lewat
gerakan inilah akhirnya, di penghujung tahun 2013, saya dipertemukan dengan sekumpulan orang yang memiliki visi sama. Kami ingin melakukan sesuatu bagi
pendidikan anak-anak di pelosok Lombok. Saat pertama kali bergabung dengan
#SFC, harapan saya nggak muluk-muluk. Ketika menyatakan siap, maka yang
terpikir dalam benak saya adalah meluangkan beberapa kali Minggu dalam satu
bulan untuk mengajar ke sekolah pelosok tersebut. Simpel.
Semakin kesini, saya menyadari bahwa semangat yang dibawa #SFC
jauh lebih besar dari yang saya bayangkan. Lebih dari sekedar aktifitas mengajar
bahasa Inggris dasar. Lebih dari sekedar belajar sambil bermain atau bernyanyi.
Lebih dari sekedar aktifitas drawing atau coloring. This is much BIGGER than
that, SFC mengajarkan anak-anak untuk berani BERMIMPI!
Salah seorang teman saya pernah berkata, “hasil pendidikan
itu nggak instan, benih yang kamu tebar sekarang, nggak bisa langsung tumbuh
begitu aja.” Entah kenapa, saya merasa bahwa kehadiran SFC telah menebar benih.
SFC menebar benih semangat dalam hati anak-anak. Semangat untuk belajar. Semangat untuk melihat dunia yang lebih luas. Semangat untuk berani bercita-cita. Semangat untuk membangun desa. Semangat untuk melihat masa depan yang lebih berwarna. Seperti namanya, benih semangat itu
bisa jadi sangat kecil, tapi, bukankah ia bisa tumbuh besar bila terus dijaga
dan dirawat?
Tinggal di pelosok jangan jadi halangan untuk meniatkan diri melihat dunia yang lebih luas
Keterbatasan sarana dan prasarana jangan jadi alasan untuk berhenti menuntut ilmu
Boleh kita bermain di ladang, tapi jangan jadi alasan untuk tak berani menjejak kota
-Eliyan